PGK Desak Audit dan Investigasi Besar-Besaran Perusahaan di Lampung Usai OTT Dirut Inhutani V

Jakarta (MI-NET) — Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) mengeluarkan sikap keras menyusul Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady. Penangkapan pada 13 Agustus 2025 itu dinilai membuka tabir kelam praktik mafia perizinan di sektor kehutanan, khususnya di Provinsi Lampung.

Kasus ini menyeruak setelah Dirut Inhutani V terbukti meminta suap berupa mobil mewah Jeep Rubicon senilai Rp2,3 miliar serta uang miliaran rupiah untuk memuluskan pengelolaan hutan di Lampung. Fakta ini, menurut PGK, memperlihatkan bahwa izin pengelolaan hutan selama ini dijadikan ladang transaksi haram.

Ketua DPW PGK Provinsi Lampung: Pemerintah Jangan Lindungi Pengkhianat Bangsa

Ketua DPW PGK Provinsi Lampung, Andri Trisko, S.H.,M.H. menegaskan OTT ini harus menjadi pintu masuk bagi pemerintah untuk membongkar habis praktik suap dan mafia perizinan yang telah lama bercokol di Lampung.

“Kasus ini bukan hanya aib seorang Dirut BUMN, tetapi bukti nyata adanya jaringan mafia perizinan yang merampas tanah rakyat dan merusak tata kelola sumber daya alam. Jika pemerintah tidak segera bertindak, sama saja pemerintah sedang melindungi pengkhianat bangsa,” tegasnya.

DPW PGK Provinsi Lampung Soroti Perusahaan Bermasalah di Lampung

PGK mendesak Kementerian ATR/BPN bersama KPK untuk melakukan audit besar-besaran terhadap perusahaan pemegang izin lahan di Lampung. Beberapa nama perusahaan besar disebut berpotensi terjerat konflik agraria dan patut diaudit, di antaranya: Anak Perusahan Sungai Budi Group,PT.PSMI,PT.BNIL,PT.PAL,PT Silva Inhutani Lampung,PT Budi Lampung Sejahtera,Sugar Group Companies,PT.SIL,PT.GPM,PT.ILP,PT.GMP,Great Giant Pineapple (GGP)

Serta Sejumlah perusahaan perkebunan sawit di Tulang Bawang, Mesuji, dan Way Kanan yang kerap disebut dalam laporan WALHI dan KPA sebagai sumber konflik agraria.

Tuntutan Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK)

Dalam pernyataannya, ketua DPW PGK Lampung menekankan empat poin tuntutan utama:

  1. Audit nasional HGU dan HGB di Lampung serta membuka data izin perusahaan ke publik.
  2. Membongkar mafia ATR/BPN dan BUMN kehutanan yang selama ini terlibat praktik suap.
  3. Menghentikan perampasan tanah rakyat dan mengembalikan hak masyarakat adat serta petani kecil.
  4. Penegakan hukum tanpa pandang bulu, menyeret pejabat maupun pengusaha yang terbukti menyuap.

Ketua Umum PGK menutup sikapnya dengan peringatan keras:

“OTT ini hanyalah puncak gunung es. Lampung sedang dikepung oleh pemilik modal yang merampas lahan dengan restu oknum pejabat. ATR/BPN dan KPK wajib membuka seluruh peta konsesi perusahaan di Lampung. Jika tidak, rakyat akan melihat negara ini berubah menjadi pasar gelap bagi mafia tanah dan hutan.”

PGK menegaskan, Lampung harus dijadikan contoh bersih-bersih mafia perizinan dan konflik agraria nasional agar kedaulatan bangsa tetap terjaga. (Red).

Comments (0)
Add Comment